Tuesday 29 May 2018

Bagaimana Mengatasi Rasa Kecewa Saat Harapan Jauh dari Kenyataan

Setiap manusia pasti punya harapan. Bahkan ini harus, seseorang yang tidak memiliki harapan akan hidup terombang-ambing, tak tahu apa yang akan dilakukan, sebab memang tak punya tujuan untuk dicapai. Dengan memiliki harapan, kita jadi tahu apa yang akan dituju dalam hidup ini. Kemudian kita menempuh langkah untuk mencapai tujuan itu. Mengatur strategi, bekerja keras serta menyiapkan waktu dan tenaga. 

Akan tetapi, sebuah harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Berbagai persiapan sudah dilakukan, rencana dijalankan, tapi hasil yang dicapai justru melenceng. Harapan yang diidamkan tidak terpenuhi

Sebagai manusia, akan muncul perasaan kecewa. Merasa apa yang sudah dilakukan sia-sia, tenaga dan waktu terbuang percuma. Lalu kita merasa putus asa dan tak ingin lagi memiliki harapan.

Sebagai orang beriman, tentu hal ini tidak boleh terjadi pada diri kita. Kita boleh kecewa, kita boleh berencana, tapi jangan pernah lupa bahwa ada kekuatan Maha dahsyat di atas kita. Ada Allah Sang Maha Pembuat keputusan dan ketetapan.

Rencana kita boleh besar, harapan kita boleh tinggi, dan yang pasti usaha kita harus maksimal, tapi jangan pernah lupa bahwa kenyataan hanya akan terjadi sesuai rencana-Nya. Jika harapan kita tak menjadi nyata, bukan berarti semua usaha yang dilakukan menjadi sia-sia. Dengan syarat kita melakukan semuanya karena Allah.

Usaha yang gagal, kerja keras yang tak membuahkan hasil, dan rencana yang tidak bertemu sampai pada titik temu. Bisa jadi tak bernilai di mata manusia. Tapi semua proses yang dijalani, telah tertulis dalam catatan amal. Maka niatkanlah setiap proses yang kita jalani untuk mencapai keridhoan-Nya, agar tak ada yang sia-sia. Tak ada kecewa berkepanjangan, sebab kita yakin pahala sudah tercatat di buku amal.

"Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya"

Photo by me

Berikut tips agar kita tidak kecewa berkelanjutan saat mengalami kegagalan:

1. Luruskan niat
Ketika niat kita hanya untuk mengabdi kepada Allah, maka seperti apapun hasil yang diperolah, takkan menimbulkan rasa kecewa. Kita percaya bahwa ketetapan-Nya selalu menjadi yang terbaik. Ridho-Nya menjadi tujuan dari prose yang kita jalani, maka hasil yang diberikan pun menjadi sesuatu yang kita syukuri

2. Berharap hanya pada Allah
Sehebat apapun kita dan orang-orang yang setia di sekeliling kita, mereka tak punya kuasa menetapkan takdir yang akan terjadi. Jangan berharap berlebih kepada manusia. Mungkin Allah mengirim mereka sebagai orang hebat dalam uruasan kita, tapi bukan berarti Ia berlepas atas keputusan yang akan terjadi. Kehebatan orang lain bisa jadi adalah ujian, seberapa yakin kita pada kuasa Allah. Maka berharaplah hanya pada-Nya dalam setiap prose yang kita jalani.

3. Jangan membandingkan diri dengan orang lain
Apapun yang kita capai dalam setiap usaha, syukuri. Jangan membandingkan dengan pencapaian orang lain. Garis hidup setiap manusia itu tidak sama. Mungkin bagi kita apa yang dimilik orang lain adalah sesatu yang wah, tapi bisa jadi itu jauh dari yang dia harapkan. Maka syukuri hidup kita dan jangan mengukur kebahagiaan diri dengan pencapaian orang lain.

Monday 28 May 2018

Menata Hati di Bulan yang Suci

"Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati tak ada yang tahu" kalimat ini sangat lazim kita dengar untuk menggambarkan bahwa kita tidak dapat menebak isi hati seseorang. Akan tetapi, kita juga tidak jarang mendengar orang mengatakan bahwa, apa yang ada dalam hati akan tergambar lewat sikap dan perbuatan. Ya, ini benar adanya. Jika hati dipenuhi dengan kebaikan, maka perbuatan akan senantiasa mengiringi. Akan tetapi, saat di dalam hati ada benih-benih penyakit, maka bisa dipastikan sikap pemiliknya tidak akan menyenangkan. Bisa jadi ada orang yang berbuat tidak sesuai dengan isi hatinya, untuk mendapatkan kesan baik dari orang lain misalnya. Tapi ini tidak akan bertahan lama. Seiring waktu, semua akan terbuka dengan sendirinya.

Photo by Instagram Dorkas Mandowe

Saya termasuk orang yang jarang mengungkapkan isi hati. Ketika ada hal yang tidak menyenangkan, lebih sering diam. Menyimpan sendiri perasaan itu tanpa menyampaikan pada orang lain. Meski tidak dipungkiri, lama kelamaan akan melahirkan perasaan tidak enak di hati. Bahkan sangat berpotensi untuk melahirkan penyakit hati. 

Hingga suatu hari, saya mengikuti sebuah kajian yang membahas tentang manajemen perasaan. Materi disampaikan oleh seorang ibu muda, ia menyampaikan tentang pentingnya menyampaikan isi hati. Jika ada yang mengganjal dalam perasaan, sampaikanlah dengan kata yang santun. Cari kalimat yang pas dan baik untuk mengungkapkan sehingga tidak terus dipendam. Sebab jika terus dibiarkan, akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Tentu akibatnya akan buruk

Ya, manajemen hati memang sangat penting. Bukan hanya menjaga hubungan baik dengan orang lain, tapi memberikan kesehatan pada jiwa dan fisik.

Nah, momen Ramadhan ini bisa dijadikan sebagai waktu untuk latihan menata hati. Sebab puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tapi juga melawan hawa nafsu. Salah satu dampak jika kita menuruti hawa nafsu adalah lahirnya berbagai prasangka buruk dalam hati.

Lalu bagaimana kota menata kata yang baik untuk menyampaikan isi hati agar tidak tersimpan dan menjadi prasangka? Seringkali kejengkelan akan membuat kita sulit menata kalimat, sehingga apa yang disampaikan terkesan ceplos-ceplos dan menyakiti pendengarnya. 

Salah satu yang disampaikan oleh ibu muda dalam kajian yang saya ikuti adalah berusaha memposisikan diri sebagai pendengar. Senangkah kita mendengar perkataan kasar dari orang lain? Tentu saja tidak. Maka berlatihlah menyampaikan sesuatu dengan baik, sebagaimana kita juga senang dengan sebuah kebaikan. Kedua, belajar menahan diri untuk tidak berprasangka. Inilah yang sedang kita latih selama berpuasa. Banyak berzikir dan mendekat kepada Allah. Jangan merasa diri lebih baik dari orang lain dan rajin-rajinlah mengintrospeksi diri.

Selamat menjalankan ibadah puasa dan melatih diri berprasangka baik 😊

Friday 27 April 2018

Tips Menembus Penerbit Mayor

Assalamu'alaikum, para pembaca. Lama tidak menulis di blog, bukan karena malas apalagi berhenti nulis. Hanya manage waktu yang kurang tepat sehingga tidak semua bisa dikerjakan. Maafkan, ya.

Alhamdulillah, setelah serius meluangkan waktu dua tahun ini untuk menulis, saya berhasil menyelesaikan satu naskah buku solo. Akhirnya, hehehe. Alhamdulillah juga berhasil menembus penembus mayor dan sudah beredar di toko buku sejak bulan Maret lalu.

Mantapkan Move on-mu Bersama Allah

Nah, kali ini saya ingin berbagi pengalaman bagaimana caranya agar naskah yang kita buat bisa diterima dan diterbitkan oleh penerbit mayor.
Simak ya 😊

1. Ide tulisan yang menjual dan bahasa menarik

Ini wajib menurut saya. Kenapa? Karena untuk menerbitkan sebuah buku, penerbit butuh modal. Kalau sebuah tulisan dianggap tidak punya nilai jual, tidak mungkin diterbitkan.

Lalu bagaimana cara menemukan ide tulisan yang menjual? Kita perlu survei, entah dengan membaca atau pun melihat lingkungan sekitar. Tulis tema yang menjadi kebutuhan banyak orang.

Pada saat menulis, gunakan bahasa yang baik dan benar, juga menarik. Kenapa harus menarik? Karena orang Indonesia itu malas membaca, kalau disuguhkan tulisan dengan bahasa bertele-tele dan sulit dipahami, kemungkinan tidak akan dibaca.

2. Cari tahu tentang penerbit yang dituju

Sebagai penulis, kita harus aktif mencari penerbit yang cocok dengan naskah yang ditulis. Bisa jadi tulisan kita bagus dan layak jual, tapi dikirim ke penerbit yang tidak tepat, makanya ditolak.

Lalu bagaimana cara mengetahui tulisan kita cocoknya dengan penerbit mana? Tentu saja dengan membaca, bisa juga  bertanya. Setiap buku akan mencatumkan nama penerbit di cover. Nah, dengan sering membaca kita bisa tahu penerbit A atau B menerbitkan tulisan seperti apa.

Sebenarnya jaman now kita sudah diberi kemudahan dengan adanya internet. Tinggal ketik di google, kita sudah bisa menemukan banyak penerbit lengkap dengan penjelasan mengenai tipe naskah yang mereka butuhkan. Jadi rajin-rajinlah membaca dan berselancar di dunia maya untuk mencari referensi (bukan kepoin akun mantan, ya 🙊)

3. Branding penulis

Ini berkaitan dengan poin nomor 1, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa penerbit adalah sebuah perusahaan yang menjalankan bisnis. Orang yang sudah punya nama, atau dikenal banyak orang tentu lebih mudah menerbitkan karyanya di penerbit mayor. Contoh Ibuknya kirana yang justru ditawari nulis oleh editor 😍😍. Tapi kalau kita belum jadi orang terkenal, jangan berkecil hati. Buatlah tulisan yang baik dan jangan berhenti belajar. Sambil branding diri juga.

Salah satu cara branding yang mudah adalah dengan share tulisan yang baik di media sosial. Jangan yang dishare cuma status galau hehehe

4. Berani kirim naskah

Nah, ini juga poin penting. Kalau naskahnya tidak dikirim gimana mau diterbitkan hehe. Beberapa orang tidak berani mengirim naskah ke penerbit mayor, alasannya takut ditolak. Saya sih pede aja, namanya juga usaha. Kalau belum mencoba, kita tak pernah tahu hasilnya seperti apa.

Sebelum memutuskan kirim ke penerbit, pastikan naskah kita benar-benar sudah jadi. Sudah dibaca berulang dan tidak ada kesalahan pengetikan atau bahasa yang masih amburadul. Jangan sampai karena ingin cepat, kita mengirim naskah asal-asalan. Bisa-bisa dicap jelek sama penerbit.
Buatlah naskah yang baik dan rapi, insya Allah akan berjodoh dengan penerbit.

5. Berikan pengantar saat kirim naskah

Saya pernah melihat postingan seorang editor yang mengomentari email naskah tanpa embel-embel, tidak ada pengantar sama sekali. Menurut sang editor, itu hal yang buruk. Jadi ini penting untuk kita perhatikan, buatlah pengantar yang baik saat kirim naskah ke penerbit.

Kalau menurut saya ini ibarat bertamu, kita kalau mau masuk ke rumah orang harus permisi dulu. Apalagi kalau belum kenal, harus perkenalkan diri dan tujuan kita datang itu apa. Jangan main masuk aja dan taroh barang di meja. Bisa jadi yang punya rumah tidak lihat, kalau pun lihat mungkin diabaikan.

6. Doa

Kalau naskahnya sudah dikirim, berarti kita sudah berusaha maksimal. Sekarang saatnya banyakin doa. Semoga editor yang terima naskah kita merasa tertarik. Minta doa sama orang lain sebanyak-banyaknya. Terutama orangtua dan pasangan halal (bagi yang sudah punya, ya. Jangan sampai belum halal tapi dihalal-halalin 🙊🙊)

Ok, itu dulu sharing dari saya. Semoga bermanfaat. ❤️

Bagi yang mau diskusi silakan di kolom komentar, ya

Wednesday 14 February 2018

Mati Hanya Menunggu Antrian

Hari ini, ba'da subuh, saya mendengar pengumuman yang disampaikan oleh pengurus masjid dekat rumah. Dekat rumah kontrakan lebih tepatnya, karena saya belum punya rumah pribadi. :-)

Isi pengumuman tentang berita duka. Suara yang disampaikan dengan mikropon terdengar jelas menyebutkan identitas si Mayit. Dikabarkan bahwa yang meninggal seorang wanita. Usianya lebih dari enam puluh tahun, "sudah lanjut usia." Pikirku seraya saat itu.

Beberapa jam kemudian, sekitar jam 9 pagi, saat saya tengah menikmati sarapan. Petugas masjid kembali menyampaikan berita yang sama. Kali ini yang meninggal usianya masih lebih muda. Saat itu saya sarapan dengan seorang teman. Saya lalu berucap,

"Tadi pagi ada pengumuman orang meninggal juga"

Teman saya menimpali, "kan dalam sehari tidak hanya satu orang yang meninggal"

Iya, benar sekali ucapan teman saya itu. Sejanak saya memohon ampunan kepada Allah sebelum lanjut makan.

Umur memang tidak menjadi patokan untuk seseorang dijemput Malaikat maut. Jika waktu yang ditentukan sudah tiba, seorang bayi yang baru lahir pun, nyawanya bia dicabut seketika. Tak ada yang bisa menunda atau memperceparnya walau hanya sedetik.

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati...." (Q.S al-Imran:185)

Sebagai manusia kita wajib mempersiapkan diri untuk mengahadapi kematian ini, satu hal yang tidak mungkin kita hindari. Waktu kita hanya sementara, dan di dunia ini kita tidak abadi. Bagaimanapun hebatnya seorang manusia, tidak akan bisa menghindari intaian Malaikat maut. Di manapun kita berada, tak akan menjadi halangan baginya untuk melaksanakan tugas dari Pemilik kehidupan ini.

Jangan sampai kita terlalu banyak membuang waktu untuk hal yang sia-sia, sedangkan bekal untuk pulang belum disiapkan dengan baik. Harusnya kita menjadikan setiap kegiatan bernilai ibadah di sisi Allah, sehingga menjadi pemberat amal pada hari penghisaban.

Dalam pekerjaan, jadikan sikap amanah dan jujur sebagai kebiasaan. Sebab ini adalah contoh yang diberikan oleh Rasulullah SAW. manusia terbaik sepanjang zaman. Dengan meneladani sifat dan kebiasaan Beliau, tentu akan tercatat sebagai amal ibadah.

Jangan sia-siakan kesempatan yang masih diberikan oleh Allah. Hari ini kita masih hidup, bisa jadi karena diberi kesempatan untuk menambah amal. Sungguh bodoh jika kita terlena oleh usia yang masih muda dan tubuh yang sehat

Bukankah tidak jarang kita menjadi saksi atas kematian seorang pemuda karena kecelakaan, misalnya?

Bukankah tidak luput dari pandangan kita seseorang yang hari ini sehat bugar, kamudian dikabarkan meninggal esok harinya?

Maka kita tidak boleh lalai dari mempersiapkan diri menghadapai sebuah kepastian ini. Yaitu kematian.

Aku, kamu, dia, mereka dan siapapun hanya menunggu giliran

Semoga kita dimatikan dalam keadaan khusnul khatimah dan menjadi penghuni syurga kelak. Amin

Monday 19 June 2017

Rindumu Palsu

Salah satu materi tentang kepenulisan yang saya dapatkan selama bergabung di KMO adalah bagaimana menyiasati saat kita kehabisan ide untuk menulis. 

Coach Tendi, sebagai founder KMO pernah menjelaskan salah satu metode yang menurut saya sangat bagus. Ketika kita ingin menulis dan kehabisan kata, maka tulislah beberapa kata secara acak. Kata apapun yang terlintas dalam pikiran kita, tulis sebanyak-banyaknya. Setelah itu, gunakan stok kata tersebut untuk membuat rangkaian kalimat. Saya coba praktekkan apa yang beliau sampaikan dan memang hasilnya jreng. Bisa membentuk beberapa paragraf.

Tulisan saya kali ini juga berasal dari lima kata yang harus dirangkai menjadi sebuah tulisan yang punya arti. Kata yang diketik dengan huruf kapital adalah kata kunci yang digunakan. 

Silahkan dibaca dan diberikan kritik dan saran ya 

Rasanya baru kemarin, Ramadhan hadir menyapa. Namun kini, perlahan ia mulai mengucap salam perpisahan. Ada HATI yang sedih, sebab ingin bersama lebih lama, tapi tak sedikit juga yang sebaliknya. Bahagia, sebab tak adalagi yang mengekang kebebasannya.Kebebasan yang justru memenjarakan pada akhirnya

Manusia itu aneh. Katanya rindu, tapi saat yang dirindukan di depan mata, justru diabaikan.Seperti itulah kita pada Ramadhan, rindu sebatas kata. Rasa yang ANOMALI, tapi ini nyata.

Sadarkah kita? 
Dunia dan akhirat hanya BERJARAK tarikan nafas, lalu MASIH berharap kekal di bumi yang fana?
Ayolah, kita buka sejenak kitab suci yang mulai tertutup debu. Baca dan resapi setiap makna dari kalimat indah yang Allah titipkan lewat Nabi-Nya.
Adakah ragu dengan fakta yang terungkap di dalamnya?
Ataukah kita mengira bahwa semua akan USAI saat nyawa terpisah dari raga?

Tidak

Allah sudah menegaskan bahwa semua ada imbalannya, "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Q.S Az-Zalzala: 7-8)

Yuk, manfaatkan hari-hari terakhir Ramadhan dengan memperbanyak ibadah. Tak ada yang menjamin Ramadhan berikutnya kita masih menjadi penghuni bumi. Jarum jam boleh menunjuk angka yang sama berulang kali, tapi waktu yang telah lalu takkan pernah bisa terulang.

Note: Ini adalah tulisan yang saya ikutkan dalam acara #ngabubuwrite yang diadakan oleh GagasMedia dan terpilih sebagai pemenang